Rabu, 04 Maret 2009

Allohu A'lam

“ Allohu A’lam…”

Siang itu, langit mulai redup. Awan memburam menutupi birunya langit.
“Mba’, ini helm nya siapa ?” Sebuah helm biru gelap ada di tanganku
“Allohu A’lam “ jawabnya singkat kemudian melanjutkan obrolan sesama akhwat
“ ’Afwan Mba’ tolong tadi jawabannya ‘Ga tau’ saja, jangan ‘Allohu A’lam’, terlalu tinggi…” Saya protes.
“Iya, kaya mukul lalat pake palu godam…” sahut seorang dari balik beningnya kaca mata.

** ** ** **
2 kata tadi amat sering kita ucapkan, terutama di kalangan aktivis dakwah, garda terdepan penyebar agama islam. Kata ‘Allohu A’lam’ sering juga kita lihat dan baca di akhir sebuah tulisan di lembar-lembar buletin Jum’at yang ada di masjid-masjid kita atau di artikel di majalah islam yang sering kita pinjam. ??!! Nyindir ni… yang penting kan kembali…
‘Allohu A’lam’ berarti ‘hanya Alloh Swt yang mengetahui’. Maksudnya adalah bahwa Alloh Swt saja yang mengetahui segala hal yang tidak diketahui manusia, biasanya hal-hal yang ghaib seperti kematian, jodoh, nasib, ruh, malaikat, syetan, iblis, surga dan neraka, peristiwa kubur, dan lain-lain. Jadi pemakaian ‘Allohu A’lam’ pun harus tepat dan benar.

Kata tadi juga banyak digunakan untuk mengakhiri atau menutup sebuah tulisan. Misal ada tulisan yang membahas seluk beluk taman surga atau jurang neraka, banyak dalil dipakai, baik dari Qur an dan hadits. Kalau Al-Qur an jelas kebenarannya. Nah, kalau hadits ‘kan ada yang shahih (valid), dhaif (lemah), atau maudhu’ (palsu), sedangkan ilmu kita seputar hadits amat terbatas.’Allohu A’lam’ digunakan sebagai sikap tawakkal, mengembalikan segala urusan pada yang paling tahu kebenaran yakni Alloh Swt. Hanya Alloh Swt yang tahu kadar kebenaran ilmu yang kita sampaikan. Hanya Dia yang tahu niat kita, apa yang kita tulis, kita katakan.

Jadi untuk urusan dunia yang sederhana dan sepele seperti helm siapa ini ?, sandal atau sepatu yang hilang, atau si fulan/ fulanah kemana ? maka lebih baik dan pas ya dijawab dengan kata-kata yang tepat. Karena semua benda itu bisa dicari keberadaannya, bisa diupayakan supaya ketemu atau ada. Agar masih ada nuansa dzikrullah-nya pakai saja hamdalah, istighfar, dll. Misal :
“Ini helm siapa Mas ?
“Masya Alloh, saya kurang tahu tuh…dari tadi udah disitu. Coba tanya Mba’ yang cantik itu.”
“Mas ini gimana sih, ini kan helm laki-laki”
“Lho, emang ada helm untuk perempuan Mba’?
Atau,
“Astagfirullah, tau ga si Bayu kemana, dari pagi belum juga kelihatan ?
“Saya juga ga tau, saya juga sedang nyari. Kita lapor polisi saja”
“Hey, emang saya perilaku kriminal apa…!” Bayu pun nongol

Tidak ada komentar: