Jumat, 13 Maret 2009

Maaf gw belum nulis lagi…

Beberapa hari ini gw lagi males nulis. Kenapa ya? kata orang nulis itu butuh mood. Kalau lagi moody kita bisa nulis berlembar-lembar, menghabiskan waktu berjam-jam. Sebab kalau ga habis kata embah, nanti ayamnya mati. Lho ini soal nulis apa soal makan ?

Ide nulis hampir selalu ada. Gw dah janji akan langsung duduk manis di depan layar komputer bahkan sampai kepikiran diatas motor ke Purwokerto. Kemarin pas pulkam alias pulang kampung alias mudik alias bali alias ali gupron bin supri, tersangka peledakan bom atom di Hirishoma dan Nagasaki puluhan tahun yang lalu, he he. Ummi (baca: ibunda) baru pulang dari Jakarta, sebelumnya beliau ngabari bahwa beliau dan rombongan majelis taklimnya mo syuuting, eh shooting langsung di acaranya Mamah Dedeh, sebuah acara di tivi swasta yang lagi naik angkot, maksudnya naik daun. Ya, salah satu ‘kelebihan’ Mamah yang asli Sunda euy ini adalah gayanya yang ceplas-ceplos, apa adanya, alamiyah dan pasti islamiyah donk ! Jawabannya lugas, tegas. Ditambah lagi hostnya yang gaul abiz dan lawakan tenan; Abdel. Ya. Abdel adalah temannya Temon yang kadang bloon. Tapi di acara itu Abdel aliiim pisan dengan jenggot hitamnya, peci hitamnya, wajah…. (Anda yang bilang lho…). Pria berkaca mata ini terlihat mirip ustadz, cuma mirip.

Sayang… (dengan nada menyesal, kalau pake nada agak tinggi jadi lain, ehm..ehm) Sabtu itu gw tidur di kontrakan. SMS adik masuk ngabari bahwa pagi ini Ibu ada di tivi. Live ! Gw hanya bisa melongo dan membayangkan lagi ngapain Ibu di studio ya…
“Gw kira kemaren..”

Sesampainya di rumah, beliau langsung mengeluarkan dua lembar foto ukuran 10 R. Satu foto beliau berpose di Masjid Istiqlal, masjid kebanggaan bangsa Indonesia. Eh, ternyata yang yang merancang maket masjid ini orang nasrani lho. Dia menang semacam lomba gitu. Foto yang satu lagi di depan Masjid Kubah Emas, kotanya Ust.Nur Mahmudi Ismail, Depok. Terlihat amat jelas kubah yang berkilau dan mengkilap menguning emas. Dengan bangga, haru dan bahagia beliau bercerita perjalanan perdana dan syuuting pertama beliau di layar kaca, disiarkan langsung lagi, ditonton jutaan pasang mata lagi, se-Indonesia lagi, dingin lagi…
“Abdel nagih salak Yu.. Ibu ya ora nggawa, wong ora pesen “
Arrrtinya : “Abdel nagih salak Yu, Ibu ya tidak bawa orang dia tidak pesan dulu..”

Ya, selain dawet uuuwayu !, kota kecil di lereng gunung Merapi ini, eh gunungnya masih jauh, dikenal juga sebagai produsen buah yang sering dibuat tebakan ‘Sega sekepel dirubung semut apa ?’, (nasi segenggam dikerumuni semut- pen).

“Jebule studione cilik, tapi nang tivi kayane gede banget yaa. Ibu nang ngarep, nang pojok dadi bisa weruh Mamah Dedeh. Nek apek disyuting mandan suwe mbayar seket ewu”
Arrr tinya : Ternyata studionya kecil, tapi di tivi terlihat besar. Ibu (duduk) di depan, di pojok sehingga bisa lihat Mamah Dedeh. Kalau mau dishooting agak lama (harus) membayar lima puluh ribu.
“Wah, asyik ya, mlebu tivi. Sing penting Ibu tambah sregep ngajine, sregep ngibadahe, sregep maca Qur ane” ucapku sambil melahap oleh-oleh dari luar kota. Kok ada peyem…? Ada bakso lagi, ternyata bakso asli Banjarnegara.
Arrr tinya lagi : Wah asyik ya masuk tivi, yang penting Ibu jadi tambah semangat mengaji, rajin ibadah, rajin baca Qur an. Dulu sang bunda pernah saya ‘tantang’ tadarus satu juz sehari. Kalau bisa saya beri hadiah.
Itu salah satu kisah yang mau saya tulis

Terus yang kedua. Saya juga berencana nulis hasil diskusi dengan temen-temen MAI, para siswi SMKN 1 Purwokerto beberapa waktu yang lalu. Tapi sampai sekarang belum jadi juga.
Saya putuskan berdiskusi karena sampai jam.14.00 ga ada 1 pun akhwat yang datang. Saya tetap menjaga niat dan tetap ikhlas. Ciee…
“Pagi ini saya baca koran lokal, saya kaget…” 3 detik saya berhenti. Kata Pak.Tif inilah yang disebut PUNCH, atau pukulan perdana, telak - penuh tenaga. Sebuah teknik dasar komunikasi super efektif. Dan benar seketika perhatian terpusat pada saya. Mereka menunggu apa yang akan keluar dari mulut saya.

“Di Cilacap ada razia HP di sebuah SMP dan SMA. Dan ditemukan beberapa siswa yang bawa HP yang ada foto atau video porno“. Saya mulai serius. Entah kenapa akhir-akhir ini saya selalu menyempatkan waktu membaca kolom Cilacap. Why ?

Lalu saya cerikatan beberapa kasus di media massa tentang foto saru dan video mesum pelajar di beberapa kota di Jateng, yang beredar dan numpuk di internet. Sementara itu internet seperti layaknya HP, sudah menjadi barang yang sangat mudah diakses orang. Lihat saja ada hotspot dll. Inilah paradoks teknologi.
Waduh, ngomongnya sudah kaya pengamat politik saja… ya pengamat, maksudnya menonton.

“Saya tidak setuju kalau ada aturan pelajar dilarang membawa HP ke sekolah” jawab Mawar, bukan nama sebenarnya, he he… siswi PN yang cukup vokal saat saya bertanya kepada yang lain tentang keputusan sekolah itu untuk melarang para siswanya membawa HP ke sekolah.
“Kan cuma HP yang ada kameranya saja, atau yang bisa download internet. Selain itu berkomunikasi itu sudah menjadi kebutuhan. Dan ga bisa dipukul rata semua siswa itu seperti itu” Dia mulai protes.

“Lagian akses intenet bukan cuma lewat HP dan ga hanya di sekolah. Di warnet misalnya” Fitri menimpali, yang ini nama aslinya, dia termasuk siswi yang rajin ikut MAI, nilanya 100 !

“Siapa yang salah atas semua ini, siswa kah ? sekolah kah?, ortu kah ? atau siapa ? Saya memancing di air bening.
“Ya tergantung orangnya Kak. Kalau imannya kuat ya ga akan melihat, mencopy, menonton gambar dan video porno” Seorang yang baru pernah datang langsung menjawab.
“Masalahnya kan ga semua orang kuat imannya, apalagi pelajar seusia temen-temen itu rasa ingin tahunya sangat tinggi, masa puber istilahnya. Saya paham karena saya juga pernah muda…pernaah muda…” saya berlagak seprti host debat yang segera memotong argumentasi lawan, biar agar rame gitu…
Trus apa harus dilakukan agar kita tidak terjebak, terjerumus ke hal-hal yang negatif tersebut ? terus saya ajak mereka berpendapat.
“Yaa meningkatkan iman dan taqwa” jawab siswa yang tadi.
“Adakan razia di sekolah” kali ini si Desi, teman satu bangkunya Fitri bersuara.

“Nah, setuju ngga dengan razia HP di sekolah, sebagaimana dulu pernah ada di zaman saya SMP ada razia, semua siswa diminta kumpul di depan. Lalu pak guru / pak polisi menggeledah isi tas. Alhamdulillah aman, ga ada yang membawa bacan ga bener.Di sini pernah ada ?”. Saya menajam
“Ya” mereka mengangguk
“Ada yang kena”
“Tidak” jawab mereka serempak

“Saya sepakat dengan Desi. Perlu adanya razia sebagai tindakan prefentif. Jadi ada semacam pengawasan. Jadi orang akan berpikir ratusan kali sebab barangkali ada razia. Sama seperti razia atau penertiban sepeda motor. Pak polisi itu pinter, mereka memilih tempat, pertigaan, kelokan tajam sehingga saat orang lewat…kena lo !. Efeknya lumayan, orang yang selalu berhati-hati dengan selalu membawa SIM, STNK dll. Begitu pula razia HP, semoga bisa mengurangi, paling ga siswa akan mengurungkan niatnya mendown load foto saru atau video mesum. Kalau ini dilakukan secara rutin, insya Alloh akan terbentuk pengawasan mandiri” jawab saya panjang lebar
“Yang penting lagi adalah keyakinan bahwa Alloh Swt melihat kita, ada dua malaikat di dua pundak kita. Malaikat juga tahu apa yang kita lakukan.” Saya mengakhiri sesi diskusi ini.

Tidak ada komentar: