Jumat, 08 Mei 2009

Workshop Gratis “Menulis Itu Gampang”

Workshop Gratis “Menulis Itu Gampang”
Bersama Afifah Afra Amatullah (FLP Solo, dan Afra Publishing)
Super Bookfair 2009, Gedung Kesenian Soetedja Ahad, 3 Mei 2009


Ini adalah rangkuman materi yang sempat saya catat dan tulis dengan bahasa saya sebab beliau tidak membuat malakah kecil. Saya tambahkan beberapa pengalaman saya. Semoga bisa memperkaya ilmu pengetahuan dan memperluas cakrawala wawasan kita. Terima kasih.

- Sang Bayu
-----------------------------------------------------
Menurut beliau menulis itu proses melahirkan ide dan memenej kata. Ide bisa muncul setiap saat, kapan saja, dimana saja. Maka saran dari beliau adalah selalu membawa ballpoint dan kertas / buku saku, terutama bagi seorang penulis pemula atau baru akan menulis.

“Ide-ide di dinding
Diam-diam melintas
Datang sebuah pena
Hap… lalu ditangkap”
– Sang Bayu

Jadi saat ada ide melintas…langsung ditangkap, tulis segera sebab kalau tidak mudah hilang, terutama penulis pemula. Sahabat dan sepupu Rasulullah Saw ‘Ali bin Abi Thalib k.w mengatakan Qayyidul ‘Ilma bil Kitaabah, ikatlah ilmu dengan menuliskannya. Jadi, kata Mba.Afra, ada tiga cara menulis: satu, ambil pena. Dua, ambil buku. Tiga, tulis.

ide itu mudah datang dan mudah pergi (easy come–easy go). Ide muncul tiba-tiba, mak thing ! sekelebat. Dan sangat mungkin satu ide yang sama muncul dari beberapa orang, biasanya teman dekat atau rekan kerja di waktu yang hampir bersamaan atau tidak jauh selisih waktu. Maka siapa yang cepat mengikat ide tersebut dan merealisasikannya ialah yang berjaya. – Sang Bayu

Saat sesi tanya jawab, saya bertanya (sebenarnya saya sudah tahu beberapa, tapi bukan ngetes cuma acting saja he he) tentang urgensi menulis atau mengapa harus menulis. Ini penting sebab akan melahirkan motivasi/niat. Beliau menjawab bahwa menulis itu adalah tradisi ilmiyah. Menulis itu tradisi peradaban. Bayangkan seandainya tidak ada yang berinisiatif menuliskan ayat-ayat Qur an seperti ‘Umar Al-Faruq mungkin saat ini tiada An-Nuur di rumah kita. Begitu pula dengan hadits-hadits. Imam Bukhari dan Imam Muslim adalah orang yang sangat berjasa pada Islam karena kumpulan hadits beliau masih dimanfaatkan sampai hari ini. Menulis adalah tradisi ulama zaman dulu. Para ulama besar semacam Imam Syafi’i dan imam mahzab yang lain adalah para penulis ulung.

Peradaban islam itu diantarai dengan tradisi menulis. Ia bagai jembatan antar peradaban, antar generasi. Ia lah yang menghubungkan sekaligus menyatukan dua rentang zaman. Ia meniadakan keterputusan sejarah. – Sang Bayu

Selain tradisi ilmiyah, menulis juga sarana meningkatkan kualitas diri. Dengan menulis kita akan selalu membaca untuk menambah wawasan.

Pahami bahwa menulis dan membaca itu bak dua sisi sekeping dinar, tidak bisa dipisahkan sebagaimana siang dan malam yang menemani hari-hari kita. – Sang Bayu

Bila dikaitan dengan aktivitas dakwah maka menulis adalah salah satu cara untuk nasyrul fikrah (penyebarluasan pemikiran/ide) yakni fikrah islam. Selanjutnya menulis juga merupakan amal abadi yang tiada akan putus saat kita mati. Kata Nabi Muhammad Saw ilmu yang bermanfaat, amal jariyah dan anak sholeh adalah 3 amal abadi yang akan terus mengalir pahalanya. Motivasi lainnya dalah materi. Saya lebih nyaman menyebut nya efek. Seorang penulis bisa mendapatkan uang, honor dari tulisannya. Honor majalah, koran, tabloid nasional rata-rata pada kisaran Rp.500.000– Rp.1.000.000. Lumayan. Kalau lokal dan regional ya sekitar Rp.150.000 –Rp.300.000. Lumayan juga. Kita cuma nulis saja. Misal dalam satu bulan kita mengirim 5 cerpen ke beberapa media cetak. Kalau 2 saja yang dimuat bisa untuk hidup sebulan lebih plus nabung. Wah enak yo… Adanya tulisan juga bukti adanya peradaban, kata beliau lagi. Era Yunani, Romawi dan Mesir kuno telah ditemukan artefak, tulisan kuno yang sekarang kita kenal dengan prasasti. Dari sanalah kita memastikan adanya sebuah peradaban.

Menulis itu sejarah. Usia kita amat terbatas dan pasti mati. Maka menulislah bila kita ingin terus hidup dan menjadi sejarah. Jika harimau mati meninggalkan belang, masa manusia mati ninggalin utang. Kita mati meninggalkan karya, sejarah emas salah satunya adalah tulisan kita, buku kita yang akan terus dibaca oleh anak cucu kita, generasi pewaris negeri ini. – Sang Bayu

Mulailah menulis dengan sesuatu, ide yang unik, khas, beda dan juga orisinil, asli. Kedua hal ini yang membuat tulisan kita berbobot. Jangan tergoda dengan ide orang lain, malu atuh niru, plagiat tea. Terus jika menulis adalah memenej kata maka agar kata dan tulisan kita bernilai, bermanfaat dan layak baca harus memiliki kelebihan, ada nilai plusnya. Kemudian ada kemanfaatkan, ada sesuatu yang bisa didapat oleh pembaca. Lalu tulisan kita menginspirasi, mengilhami, membawa aroma kebaikan, mengusung api perubahan.

Tentang fungsi kata. Kata akan mendeskripsikan sesuatu. Kaidah dalam dunia menulis adalah ‘show not talk’, tunjukan bukan ceritakan, ekspresikan bukan katakan. Mba. Afra menyampaikan bahwa ‘Show’ ini bukan kata-kata yang bersayap, melainkan ini soal cita rasa. Beliau menganalogikan dengan makan nasi, telur dan sayur yang tidak pake bumbu. Selera makan kita akan hilang karena tidak ada rasanya meskipun gizinya pasti ada dan kita dapatkan. Nah, ‘show’ itu bisa menghidupkan kata, membuatnya punya cita rasa tinggi. Kelezatan yang tiada tara.
Misal, Trias gembira. Ini ‘talk’. Sangat singkat dan tawar bin garing alis ilfil. ‘Show’nya adalah : Wanita belia itu tertawa girang. Senyumnya mengangkasa dengan jilbab yang terus mengembang. Sebuah kado tergenggam erat di tangan. Lagu-lagu kecil merdu membahana di udara. Feel-nya dapet to ? Bbbrrrrr ….

“Talk’ itu hanya melibatkan satu panca indra, mulut saja akan tetapi ‘show’ adalah semua panca indra, melibatkan mata, telinga, tangan dan kaki bahkan akal, hati dan perasaan. Akan sangat membekas, terasa dan mengena. Untuk menghidupkan kata-kata kita bisa memakai majas hiperbola, metafora dll. Diksi / pemlihan kata yang tepat juga sangat penting. – Sang Bayu

Terkait cerpen dan novel (ini pertanyaan dari Mba.Iponk, dia ikut juga). Mba.Afra menjawab cerpen itu tunggal dalam tema, alur dan konflik. Ia lebih fokus. Tapi cerpen tidak bisa dibatasi dalam jumlah kata, cerpen bisa 500-1000 kata atau puluhan lembar. Kalau novel lebih luas konfliknya, bisa bercabang tapi tetap ada konflik utama. Akan lebih menarik bila ada konflik-konflik kecil yang masih berkaitan dengan konflik utama. Lalu ada afiksi dan non fiksi. Fiksi itu sifatnya narasi. Ada tokoh dengan karakternya masing-masing. Perbedaan karakter ini sangat mungkin menimbulkan konflik. Ending-nya adalah bagaimana kita mengakhiri konflik yang terjadi.
Bagi penulis pemula, saya dan Anda. Bangunlah habit / kebiasaan. Habit itu terbangun atas Knowledge (ilmu dan pengetahuan), Skill (ketrampilan), Desire (hasrat, ambisi) dan Dreams (mimpi, cita-cita).
“FLP segera meluncurkan genre bagu di dunia sastra; sastra motivasi. Insya Alloh kita launch-kan di Surakarta saat Munas FLP awal Juli tahun ini.” Beliau pun menutup workshop sore itu.

Menulis itu bukan bakat akan tetapi skill. Skill lahir dari practice, latihan. Berlatihlah terus, menulis dan terus menulis. Maka ‘tulislah apa yang kau pikirkan, jangan pikirkan apa yang akan kau tulis’. Let it flow, mengalir lah selembut air. Bila tulisan sudah jadi, tinggalkan sejenak 10-15 menit untuk rehat. Lalu baca ulang dan sempurnakan karya sejarah itu. – Sang Bayu
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Sang Bayu adalah nama pena dari Bhayu Subrata.
Ikhwan berkaca mata ini telah menulis lebih dari 50 tulisan sebagian bergaya opini dan artikel.
Ikuti terus ide-ide cerdasnya di www.bayubarata.blogspot.com.

Tidak ada komentar: