Rabu, 04 November 2009

Saatnya menjadi pahlawan


November selalu identik dengan hari pahlawan. Ya, 10 November 1945 yang lalu para pemuda, arek-arek Suroboyo terlibat peperang dengan Belanda. Bong Tomo dan kawan-kawan berjuang dengan gagah berani melawan armada perang tentara negeri kincir angin. Dalam segala keterbatasan pejuang Indonesia bisa mengimbangi serangan udara dan darat musuh. Pekikan “Allohu Akbar!” dan yell ‘merdeka atau mati !’ menjadi api jihad yang berkobar selama pertempuran. Ya, mereka berjihad. Begitu pula Panglima Besar Jenderal Soedirman, Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien, Patimura, Teungku Imam Bonjol dan para pejuang yang lain telah syahid, insya Alloh, gugur sebagai pahlawan. Dan mungkin masih banyak lagi para pejuang yang tidak tercatat dalam sejarah, tidak diingat oleh anak cucu bangsa ini namun Alloh Swt telah mencatat keikhlasan mereka dan pasti membalas kebajikan mereka. Amiin.

Pahlawan, ada yang mengatakan berasal dari kata ‘pahala’ dengan akhiran ‘wan’. Seperti ilmuwan yang berarti orang yang memiliki ilmu tinggi, spesialis dalam satu ilmu tertentu. Bila kita sepakat dengan definisi diatas maka pahlawan adalah orang yang mempunyai banyak pahala. Pahala itu didapat dari rangkaian perbuatan baik. Perbuatan baik yang ditujukan pada sang pemilik pahala yakni Alloh Swt yang maha kaya. Kita juga sering mendefinisikan pahlawan adalah orang yang berjasa bagi nusa bangsa terutama di masa perjuangan pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan. Pahlawan adalah mereka yang berjuang [baca: berperang] kemudian gugur sebagai bunga bangsa maupun hidup sebagai saksi sejarah. Mereka mewariskan bangsa ini, tanah air ini. Kita pun mengenal pahlawan tanpa tanda jasa. Dialah bapak dan ibu guru kita yang digambarkan dengan sangat apik dalam Laskar Pelangi. Semoga nasibnya semakin apik di hari kemudian.

Saudaraku, Islam pun tak pernah sepi melahirkan pahlawan. Mereka yang berislam tak pernah padam, yang memiliki semangat yang hebat, yang berdakwah dengan gagah. Jasa mereka masih terasa hingga hari ini. Ya, kita memeluk islam karena jasa Rasulullah Saw dan para shahabat. Mereka lah pahlawan sejati. Mereka lah panutan kita, sumber inspirasi kita. Begitu pula para ulama kita.
Hari ini kita membutuhkan banyak pahlawan. Orang biasa yang bisa berbuat luar biasa, wajaahidu fillahi haqqa jihaadihi. Orang Indonesia yang bisa berkarya, nahnu qawmun ‘amaliyun, kita adalah generasi yang bekerja nyata. Wong Banyumas yang bisa memberi sebanyak-banyak manfaat bagi sesama, khayrunnaas anfa’uhum linnaas. Ada beberapa hal penting yang perlu kita perhatikan sebagai para pahlawan baru :
1. Keberanian.
Sifat ini melekat dalam diri seorang pahlawan. Tidak disebut seorang pahlawan jika ia seorang penakut dan pengecut. Seorang pahlawan selalu berani menebar kebaikan dan menumpas keburukan [amar ma’ruf nahi munkar], berani menghadapi tantangan dan mengambil risiko, berani merebut peluang dan memanfaatkan kesempatan.
Berani berdakwah dan menegakan syariat islam meskipun terancam dituduh sebagai teroris. Kami bukan teroris, kami hanya aktivis, kami cinta perdamaian berpedoman pada Al-Qur an, begitu lantunan nasyid jihad Islamic Revolution Army [IRA].

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”
[QS.’Ali ‘Imran[3]: 110]
Rasulullah Saw dan 300an shahabat berani bertempur dengan ribuan tentara Quraisy di perang Badar. Keberanian yang berbuah kemenangan. Panglima Besar Jenderal Soedirman berani memimpin peperangan meskipun sakit parah. Buya Hamka gigih & gagah berani mempertahankan fatwa haramnya Natal bersama.
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu." [QS.Fushilat [41]:30]

2. Pengorbanan.
Seorang pahlawan selalu siap siaga berkorban apa saja. Ia bersedia mengorbankan sebagian dari rejekinya untuk orang lain, dengan berzakat, infaq dan sedekah. Ia mau mengorbankan waktu istirahatnya hanya untuk sholat tahajud, bersua dan berdua dengan Sang Khaliq. Bahkan ia sanggup mengorbankan jiwa, raganya untuk Alloh Swt.
“Katakanlah: sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” [QS.Al-An’am [6]:162]
Adalah Abu Bakar r.a mengorbankan semua hartanya fii sabilillah. ‘Umar ibnul Khaththab ‘hanya’ separuh dari hartanya. Atau puluhan pemuda dan pemudi Palestina yang mengorbankan jiwanya dengan istisyahadah [bom syahid] dalam perang melawan penjajah Zionis Israel. Berjihad mempertahankan setiap jengkal tanah islam, kiblat pertama ummat islam.
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.”
[QS.’Ali ‘Imran[3]: 169]

3. Keikhlasan.
Seorang pahlawan akan berjuang, berbuat baik dan beribadah hanya mengharap ridho Alloh Swt. Ada atau tidak ada orang ia tetap berbuat yang terbaik. Ia selalu menjaga kebersihan hati, kelurusan niat dan menyempurnakan ikhtiar. Ia tak memikirkan pujian, cacian, penghargaan dan imbalan dari manusia. Ia juga tak berharap akan dikenang atau dimakamkan di taman makam pahlawan. Kalaupun ada semuanya adalah nikmat dari-Nya. Ia hanya berharap tercatat sebagai hamba-Nya yang sholeh.
“Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” [QS.At-Taubah [9]: 105]

Akhirnya, selamat menjadi pahlawan. Lakukan yang terbaik bagi diri sendiri, bagi teman dan saudara, bagi keluarga dan masyarakat, bagi agama islam dan ummat muslim, bagi nusa dan bangsa. Bagi Alloh Swt, yang maha satu. Allohu a’lam.


Purwokerto Kota Satria
15 Dzulqa’dah 1430 H
3 November 2009
www.bayubarata.blogspot.com

Tidak ada komentar: