Kamis, 01 Januari 2009

Tahun Hijriyah ; Spirit Perubahan dan Perbaikan

Tahun Hijriyah ; Spirit Perubahan dan Perbaikan[1]
Oleh : Bhayu Subrata[2]

Tahun baru islam 1 Muharram 1430 Hijriyah telah berlalu beberapa hari. Hampir tidak ada kesan dan pesan disana. Nyaris tiada gebyar dan semarak menyambutnya. Sepi tanpa gelegar suka cita. Ummat islam sebagai pewaris sah sejarah penanggalan islam tidak bisa menjaga amanah tersebut. Amanah untuk menjaganya dan melestarikannya. Gagal. Tiada kebanggaan dalam hati setiap orang islam. Tak ada kecintaan dan kesetiaan di sana. Padahal tahun baru islam bukan sekedar pergantian waktu. Tidak cuma bertambah satu tahun. Ada makna berharga disana. Ada pesan luar biasa disana. Kita harus bisa menemukannya untuk memperbaiki hidup kita. Untuk mengendalikan arah layar perahu kita. Untuk mempercepat laju kereta kita.
Hampir semua warisan islam memiliki akar sejarah yang sangat kuat. Qurban berakar pada proses keikhlasan dan kecintaan yang amat tinggi dari seorang hamba bernama Ibrahim. Sa’i terangkat dari kisah pengorbanan dan kerja keras, cerdas dan tuntas seorang bunda bernama Hajar. Lempar jumrah terinspirasi dari perlawanan Nabi Ibrahim dan Ismail saat menghadapi godaan syaithan.
Penghitungan waktu dalam islam juga mempunyai akar yang sangat kuat. Tahun Hijriyah erat kaitannya dengan sebuah peristiwa penting dalam mata rantai sejarah besar islam. Peristiwa yang menjadi titik tolak kejayaan islam. Peristiwa yang membuktikan hanya para mukhlishin lah (orang yang ikhlash) yang bisa melakukannya. Peristiwa yang penuh pengorbanan, penuh cinta. Peristiwa yang -oleh cendekiawan muslim Anis Matta,Lc- disebut sebagai metamorfosa gerakan ke negara.
Peristiwa itu adalah hijrah. Peristiwa migrasi massal para pemeluk agama islam dari Mekah ke Madinatul Munawwarah. Moment yang menjadi titik balik kebangkitan Islam. Rasulullah Muhammad saw memutuskan berpindah tempat karena situasi dan kondisi Mekah yang semakin tidak kondusif untuk keberlangsungan dakwah. Bahkan bisa membahayakan para pemeluknya. Musuh semakin gencar meneror akidah para pengikut Muhammad. Banyak sahabat yang disiksa, terluka dan syahid di tangan kaum kafir Quraysh. Bisa jadi Rasulullah saw berfikiran menyelamatkan para sahabat berarti menyelamatkan agama ini. Meninggalnya sang istri, Khadijah Al-Kubra dan paman Abu Thalib beberapa waktu sebelum keputusan hijrah seakan menjadi isyarat kuat keharuskan meninggalkan kampung halaman. Namun justru itulah yang menjadi tonggak kemenangan islam. Selalu ada hikmah di bailk setiap kejadian, hatta itu adalah musibah.
Sebelum memutuskan berhijrah ke Yatsrib, Rasulullah telah beberapa kali survey di satu dua tempat. Tragis, masyarakat Thaif menyambut ajakan baik Rasulullah saw dengan lemparan baru. Luka yang diderita Rasulullah Saw membuat malaikat geram dan meminta ijin untuk menimpakan bukit ke areal pemukiman Thaif. Harapan mulia sang nabi berhasil menghentikan rencana makhluk Alloh Swt yang paling taat itu. Hanya manusia yang memiliki hati nurani yang suci lah yang bisa memaafkan orang yang telah mendzaliminya. Mungkin nanti anak cucu mereka akan beriman, itulah asa dari khatimul anbiyaa ini.
Di saat yang hampir bersamaan Rasul juga mengirim utusan ke Yatsrib. Mus’ab bin Umair menjadi duta resmi dakwah islam untuk yang kali pertama. Penampilan keren Mus’ab, kepandaian retorika yang hebat yang dipadu dengan strategi dakwah yang jitu telah menjadi faktor yang sangat signifikan dalam pengkondisian Yatsrib menjadi Madinatunnabi. Ya, mantan anak pembesar Mekah itu menjadi man of the match. Mus’ab selalu menjadi referensi saat kita membahas sahabat yang memiliki daya rekrut yang kuat dan daya gubah yang hebat. pemuda ini juga dijadikan profil generasi muda yang sederhana dan zuhud serta gigih berjuang dan berdakwah. Kekuatan iman dan kecintaanya pada Rasulullah Saw lebih berharga daripada kemewahan dan kemegahan istana orang tuanya.
Rasulullah saw sengaja berhijrah di akhir setelah semua sahabat sampai di Madinah. Beluai mengatur mereka dalam beberapa kelompok/ kafilah dengan satu coordinator. Sikap pemimpin yang perlu ditumbuhkembangkan saat ini. Rasulullah saw dan Abu Bakar r.a meninggalkan rumah setelah mengelabuhi tentara mush dengan taktik penyamaran/ kamuflase. Beliau meminta pemuda bernama ‘Ali bin Abi Thalib untuk menggantikannya di tempat tidur. Pemuda yang sejak kecil sudah mengikuti pengkaderan Rasulullah saw inilah yang kelak akan melanjutkan tampuk kepemimpinan islam bahkan mendapat jaminan masuk surga. Allohu Akbar !
Rasulullah saw memilih tidak lewat jalur yang biasa dilewati orang. Kata Prof. .Dr. Daelami, SP, ada dua jalur yang bisa dilewati orang kalau mau ke Yastrib. Tapi Rasulullah saw tidak memilih salah satunya. Beliau membuat jalur baru yang pasti akan menyulitkan musuh.
“ Rasul tahu jika lewat jalur biasa akan ketahuan dan mudah dikejar musuh .Inilah salah satu kecerdasan beliau. Kemudian bersembunyi di gua Tsur selama beberapa hari“ ujar pengurus wilayah Muhammadiyah Jateng ini dalam kajian menyambut Tahun Baru 1430 Hijriyah di Masjid Agung Baitussalam Kabupaten Banyumas akhir Desember lalu.
Rasulullah saw disambut di perbatasan kota dengan pujian, doa dan syair yang kemudian kita kenal dengan Shalawat Badar. Saksikan saja cuplikanya dalam film “The Message” / “Ar-Risalah“, terasa sekali isyarat kemenangannya. Keponakan Hamzah bin Abdul Thalib ini menjadi rebutan masyarakat kota Madinah. Semuanya ingin disinggahi. Rasulullah merendah lalu menyuruh untanya untuk menentukan dimana ia akan tinggal. Di sanalah dibangun masjid pertama, Masjid Quba. Keputusan membangun masjid bukan tanpa tujuan. Masjid adalah symbol persatuan ummat. Rasulullah saw mengajak semua elemen untuk bersama-sama mendirikan tempat ibadah tersebut. Rasulullah pun mempersaudarakan penduduk asli -yang kita kenal dengan julukan kaum Anshar- dengan golongan pendatang –kita biasa menyebut mereka dengan Muhajirin, kaum yang berhijrah. Bersatulah dua potensi dan kekuatan ummat. Suara lantang Bilal bin Rabbah pun mengalun syahdu dalam adzan yang menggetarkan hati. Marilah sholat, Mari menuju kemenangan… Sejak saat itu Islam mulai teraplikasi nyata dalam kehidupan. Nilai-nilai sosial, hokum, pemerintahan, berbangsa dan bernegara mulai terlihat jelas. Sebuah potret peradaban yang menjadi rujukan banyak negeri. Masyarakat Madani adalah sebuah model masyarakat plural, beragam dan tuntuk pada aturan islam. Barat menyebut mereka dengan Civil Society. Syariat islam menjadi denyut nadi kehidupan bermasyarakat.

Tahun Hijriyah tidak bisa lepas dari peristiwa hijrah. Peristiwa yang membawa perubahan besar dalam sejarah ummat islam. Spirit perubahan dan perbaikan itulah yang harus selalu ada dalam setiap pergantian waktu dan selama manusia ada. Semangat beralih dari perbuatan buruk ke perbuatan baik. Dari salah ke sholeh. Dari tobat menjadi taat. Hijrah juga proses perbaikan, dari yang lebih baik menuju yang terbaik. Hijrah juga berarti meninggalkan semua larangan Alloh Swt dan melaksanakan seluruh perintah-Nya. Inilah taqwa. Mengajak masyarakat untuk beramal shaleh, menegakkan sholat, menunaikan zakat, sedekah, memotivasi mereka untuk berislam dengan baik, benar dan kaffah (menyeluruh) juga disebut hijrah. Inilah dakwah. Spirit perubahan dan perbaikan inilah yang harus terus ada dalam tiap jengkal langkah kita.

[1] Tulisan untuk majalah kampus AMIKOM Purwokerto edisi Januari 2009

[2] Humas RIMBAS (Remaja Islam Masjid Agung Baitussalam) Kab.Banyumas, Program Director radio Baitussalam 107,8 FM Masjid Agung Baitussalam Kab.Banyumas

Tidak ada komentar: