Minggu, 26 April 2009

Untuku Laraku

Ahad malam kemarin (19/4) )saya mengerang hebat, ada yang menyengat di dalam mulut. Terasa sekali di geraham kiri bawah. Beberapa menit saya hanya bisa menahan sakit. Saya coba SMS temen untuk segera membelikan obat. Alhamdulillah, sedikit reda. Senin siang saya segera ke PMI untuk check up.
“Wah, harus dicabut Mas” kata dokter
“Rabu kesini ya” lanjutnya sambil memberikan resep.
Saya termasuk orang yang ga suka obat. Apalagi obat dari pabrik sedikit banyak mengandung zat kmia yang berbahaya bagi tubuh. Kalau ga suka obat jangan sakit donk. Yee, saya kan ga minta sakit.
Rabu pagi saya sudah duduk di bangku bersama beberapa pasien, orang sakit lainnya. Ya, ini salah satu cara kita untuk memahami nikmat sehat; sering-sering main ke tempat orang sakit, menjenguk si sakit atau nongkong di RS. Ya, jadi inget mati juga. Banyak kematian yang diawali dari sakit.
“Sakit lho Pak, kaya nyabut tanaman” ucapan temen sekantor tadi pagi melintas berkali-kali.
“Hey, jangan nakut-nakutin dong” Seseorang bersuara baik sedikit menghibur.

Saya segera berdzikir sebanyak-banyaknya supaya tenang. Setelah bosan menunggu + 90 menit, saya dipanggil masuk. Saya diminta segera duduk terlentang di kursi operasi. Bu Dokter sudah menghunus suntikan di tangan kanan. Jarumnya mengkilat, tajam sekali siap membiusku. Saya bisa membayangkan jarum suntik itu masuk dengan leluasa ke rongga mulutku dan…menghujam, menembus daging lunak wadah gigi. Saya mengerang. Setelah itu saya hanya merasakan ada sesuatu yang membesar perlahan di dalam mulut. Obat biusnya sedang bekerja. Ada penebalan di gusi kiri bawah. Saya menunggu di luar sementara bu dokter memeriksa pasien yang lain. Dalam kecemasan, saya teringat kisah seorang sahabat yang diprediksi rasul saw gigi gerahamnya lebih besar dari bukit Uhud di akhirat nanti. Beberapa sahabat cemas siapa salah satu diantara mereka yang akan bernasib sengsara. Ternyata ada sorang sahabat yang terluka parah pasca perang, -kalau tidak salah- ia tidak sabar dengan penderitaannya, ia tak ridho lalu memutuskan bunuh diri. Na’udzubillah min dzalik.

Kini saya kembali duduk di kursi eksekusi. Sebuah alat semacam tang sudah ada di tangan Dokter. Ya, itu mungkin tang medis, penjepitnya bundar. Kilatnya menyilaukan nyali. Dokter minta saya relaks saja. Tapi saya ga bisa, saya takut. Ini untuk kali pertama saya mengalami cabut gigi.
“Tenang saja, kalau terasa sampai mata, kelapa pusing berarti sakit. Tapi kalau cuma di rahang itu biasa.” Ujar si dokter.
Tang itu sudah ada di rongga mulutku yang menganga pasrah, ia gesit mencari gigi yang rusak, berlubang dan kropos dan… sekarang ia telah menggigit geraham kiriku, kuat sekali. Ia berhenti, ia tertahan sedetik. Saya bisa merasakan akar gigi yang sangat kuat mencengkeram belum rela berpisah dengan gusinya, belum bisa terangkat. Tak kusangka tiba-tiba Dokter menghentak ! cepat sekali dan…
“Aaaghgh !” Kedua tangan saya keras mengepal. SAKIT !
“Gigit kapas ini, gigit !” pinta bu.dokter.
Kapas tebal itu menutupi lubang bekas gigi. Akhirnya gigiku tercerabut hingga akarnya. Ya, benar seperti tanaman berakar serabut yang tercabut dari tanah tempat ia berada. Akarnya yang sudah menghujam bahkan menyatu membuatnya sempat tertahan. Setelah itu saya tidak bisa bicara sebab menahan nyeri yang teramat. Mulut kiri ku terasa lebih tebal. Alhamdulilah masih sadar dan bisa pulang naik motor. Aku langsung tidur, aku merasakan lemas dan tak berdaya seolah energi ku habis untuk menahan sakit tadi.
Hingga sore hari saya masih merasakan sedikit nyeri di rahang bawah kiri. Ku raba dengan ujung lidah. Masya Alloh ada yang hilang di deretan gerigiku. Ku buka mulut lebar-lebar di depan cermin.
“Masya Alloh lubang…” Saya terpaku, masih ada darah menggenang disana.
** ** ** **

Kita banyak belajar tentang gigi saat kita masih di SD atau SMP. Kita mengenal ada seri, taring dan geraham. Masing-masing punya spesialisasi. Gigi seri untuk menggigit. Gigi taring untuk merobek, mencabik makanan. Dan geraham untuk mengunyah. Ketiganya saling bekerja sama sehingga bisa menghancurkan, mengecilkan, dan melembutkan makanan, dengan air ludah serta lidah, makanan tadi bisa lolos ke tahap pencernaan berikutnya. Maka gigi memiliki peran dan fungsi yang penting dalam tubuh kita. Subhanalloh maha suci Alloh Swt yang menciptakan gigi yang sempurna dengan bentuk, ukuran, warna dan kecepatan tumbuh yang tidak sama dengan rambut atau kuku kita. Warna putih berbeda dengan merahnya gusi. Semua orang di dunia sama. Bentuk dan ukuranya pun sama. Tertata rapi, rapat. Subhanallah, terima kasih yaa Alloh. Bayangkan juga seandainya Dia menakdirkan pertumbuhan gigi-gigi kita secepat rambut atau kuku kita. Apa kata dunia ! Se .. se… setaaaaaan !!!!

Kita tak bisa hidup tanpa gigi. Makanan seenak apapun takkan berguna tanpa gilasan gigi. Semua makanan atau muniman harus melewati bagian depan ini. Rasulullah Saw mencontohkan bila kita mengunyah makanan sampai selembuuuut mungkin, jangan tergesa, jangan balapan. Semua itu demi kesehatan pencernaan kita sehingga bagian dalam tubuh kita tidak bekerja terlalu keras. Keselek tau rasa… Hayati makanan itu mengumpul di sana, berguling-guling, berputar, tergerus, hancur dilumat gerigi dalam mulut kita. Kerja sama yang sangat baik antara barisan gigi atas dan bawah serta goyangan lidah yang tak bertulang menghasilkan performance / kinerja yang spektakuler. Padahal kita ga pernah dilatih oleh bunda bagaimana cara makan. Semua terjadi begitu saja, otomatis romantis. Pernah liat saat mesin cuci -yang kaca beningnya didepan- bekerja memutar balikan fakta, eh pakaian kita, perhatikan…ya kurang lebih seperti itulah mulut kita.

Saat makan rasakan aromanya, lezatnya merasuk ke sela-sela gerigi kita yang tertata rapi, menyatu dengan cairan ludah. Maka nikmatilah saat makan, pelan tapi jangan terlalu. Berdoa lah sebelum makan, Allohumma baariklanaa fimaa rozaktana wa qinaa ‘azadzabannaar, minta pada Alloh Swt agar makanan ini barakah, ada berkahnya. Barakah itu bukan hanya pada enaknya makan tapi pada manfaat yang didapat, kenyang atau cukup. Bahwa makan itu untuk hidup, bukan hidup untuk makan. Berhentilah sebelum kenyang, begitulah anjuran kanjeng Nabi Saw. Makan enak kalau berlebihan, melebihi kadar sepertiga perut dan kekenyangan lalu kita malas, ngantuk, tak berdaya, itu ga berkah. Barakah itu makan enak, cukup, yaa kenyang dikit ga papa, lalu beraktivitas lagi. Kanggo sangu ngibadah, begittu pesen ibu saya. Kata Aa’ Gym, enak itu sedikit dan sebentar. Sate itu enak bila 5 -10 tusuk, makan satu ember tusuk sate pasti nek. Secangkir kopi susu terasa nikmat, enak, silakan minum 1 drum kopi susu pasti muntah. Lalu enak itu hanya di mulut saja, setelah terjun bebas di tikungan tajam kerongkongan tak bisa kita rasakan lagi nikmatnya.

Maka mensyukuri nikmat gigi adalah menghindari, mengurangi mengkonsumsi makanan/minuman yang terlalu panas, terlalu dingin, yang keras-keras. Terus bersiwak lah minimal 5 x sehari sebelum sholat kaya Abul Qasim atau menyikat gigi minimal dua kali sehari kata iklan pasta gigi. Lalu falyaqul khayran awliyasmut, ngomong yang baik, berkata yang positif, bicara kebaikan dan kebenaran kalau ga bisa diam saja. Banyak baca Qur an, baca buku pengetahuan. Oia, kurangi merokok, kalau bisa jangan merokok, itu bisa bikin gigi buram dan kuning.

Gigi juga pemanis wajah. Tersenyumlah dan tertawalah. Tanpa gigi kita akan terlihat wagu, lucu ha ha ha… peyot karena bibir kehilangan penyangga. Kita juga ga bisa bercakap normal, suara dan vokal kita tak jelas. Seganteng-gantengnya pria atau secantik-cantik wanita bila ompong atau giginya ga lengkap jadi jelek juga. Ga’ keren blas ! yakin ga ada yang mau. Walaupun pake kaca mata riben, pake seragam SMA. Maka berdoalah saat bercermin, Allohumma kamaa hasanta kholqi fahassin khuluqi, Duhai Alloh yang mencintai keindahan, baguskanlah rupaku, bentukku sebagaimana Engkau baguskan akhlakku, perilakuku. Lalu mangap lah mulut kita, lihat lekat-lekat rongga di dalam sana. Barisan gigi putih atau agak kuning di langit –langit berpola huruf U sesuai tekstur mulut dan bibir kita. Perhatikan betapa indahnya ciptaan Alloh Swt. Sekarang julurkan lidah, -ga usah mendesah nanti mirip si doggy, tasyabbuh namanya- tajamkan mata di permukaanya, Subhanallah. Disanalah asin, asam, manis dan pahit dikecap. Cermati pula cairan bening yang tak pernah kering membasahi dinding merah mulut kita, kadar banyaknya sudah diatur, pas sekali, tak kurang tak lebih. 1000 x lagi Subhanallah. Wa fiii anfusikum afala tatafakkaruun… dan didalam dirimu ada ayat-ayat Alloh Swt, apakah kita tidak mau berfikir ?

Purwokerto Kota Satria
23 April 2009


Bhayu Subrata
081 327 64 64 81

Tidak ada komentar: