Sabtu, 18 Oktober 2008

Kaum Sodom ada di Pwt ?

Kaum Sodom ada di Pwt ?

Ahad, 5 November 2006 lalu di sebuah café di Purwokerto telah dideklarasikan satu komunitas aneh bernama Arus Pelangi (AP). AP adalah perwujudan satu kumpulan orang –orang yang merasa mempunyai kelainan. Mereka adalah LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender). AP muncul untuk memperjuangkan kesamaan HAM sebagai manusia, Mereka butuh pengakuan. Mereka butuh eksistensi. Dan mereka butuh legalitas. Mereka butuh kebebasan berekspresi dan…bereksperimen…Hiiii. Beberapa waktu lalu media lokal juga pernah memberitakan adanya perkawinan sejenis di Indonesia. Dan negeri ini heboh! Kalangan agamawan adalah pihak yang pertama dan yang paling menentang fenomena tersebut karena sangat bertentangan dengan norma agama,susila dan masyarakat serta membahayakan eksistensi manusia dan kehidupan ini. Beberapa ormas Islam telah menyatakan keberatannya atas keberadaan AP ini. Kita pun tahu komunitas seperti diatas sudah legal di luar negeri. Dengan dalih HAM dan kemanusiaan hubungan sejenis dan pernikahan sesama jenis dilegalkan. Bahkan diluar negeri sudah ada UU yang mengatur itu. Ini akan menjadi trend dan dikuti oleh masyarakat di negara-negara yang sedang belajar berdemokrasi seperti Indonesia. Belum lagi pelegalan transeksual dimana seseorang yang tidak ridho, tidak nyaman dengan keadaannya sekarang bisa berubah dan menjadi orang lain dengan kecanggihan teknologi. Memang benar kata Saprol, “ Kiamat Sudah Dekat, Pli !”Seorang tidak pernah ‘pesan’ pada Tuhan untuk lahir sebagai laki-laki atau perempuan. Dia juga tidak meminta lahir di keluarga muslim atau non muslim. Semua adalah takdir-Nya. Semua sudah digariskan-Nya. Muhammad Saw pernah bersabda bahwa setiap bayi yang lahir adalah dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang menjadikannya Nasrani, Majusi atau Yahudi. Saya memahami hadits ini – ‘…menjadikannya Nasrani, Majusi atau Yahudi- bukan sekedar dalam hal agama saja, melainkan juga dalam dalam segala hal; budayanya, pola hidupnya, cara berfikirnya dll. Saya coba gothak gathik gathuk dengan fenomena diatas.

Sederhana saja. Seorang itu sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Lingkungan itu bisa berwujud orang tua, sahabat, teman, tempat kerja dan masyarakat. Siapa yang paling dekat maka dialah yang paling kuat pengaruhnya. Munculnya orang-orang seperti diatas bukan secara tiba-tiba akan tetapi ia hasil dari sebuah proses hidup yang tidak normal. Ia ada dari proses interaksi yang abnormal, pola hidup yang berbeda. Ia ada dari pengaruh lingkungan yang tidak sehat. Saya bukan psikolog yang mengerti tentang hal ini. Mari kita ingat, Oscar Lawalata, dia laki-laki tapi karena pergaulannya dengan orang salon yang umumnya perempuan, ditambah lagi ikut kursus, sekolah kepribadian dll maka jadilah ia berambut panjang, gaya bicaranya lemah lembut, gaya berjalan dsb sangat bertolak belakang dengan fitrahnya. Atau Ade Juwita, ia pasti mendapat peran sebagai perempuan padahal ia cowok, tapi karena ia terlalu sering (baca: selalu) bergaul dengan cewek, akhirnya sifat, perilakunya menyerupai cewek. Nah, sekarang bagaimana mengatasi permasalahan tersebut? Apakah ummat Islam Banyumas akan berdemo rame-rame, meminta Pemkab membubarkan AP? Selesaikah masalah itu? Belum tentu.

Saya sangat khawatair justru akan menjadi boomerang bagi masyarakat di kemudian hari, menjadi dendam di hari esok. Kita harus sangat hati-hati untuk kasus ini. Kita perlu bersikap arif dan bijak Berbahagialah yang tidak seperti kami, begitulah curhat mereka di sebuah media cetak. Mereka, anggota AP adalah golongan yang berbeda dari manusia lainnya. Perilaku mereka berbeda dengan teman sebaya mereka. Oleh karena itulah mereka hidup dalam keterasingan. Ya, mereka bagai makhluk asing di lingkungannya. Kaum minoritas dan termarginalkan, tidak ada yang peduli dengan kondisi mereka. Ini membuat mereka solid dan berani muncul. Dalam kacamata ilmu sosiologi –yang pernah saya pelajari (sedikit) di bangku kuliah- mereka mempunyai periaku menyimpang. Perilaku menyimpang itu seperti mencuri, klepto, termasuk apa yang dilakukan Sumanto juga termasuk perilaku menyimpang. Dan perilaku tersebut bisa diobati akan tetapi butuh waktu, butuh proses.Saya jadi teringat dengan ceramah Aa’ Gym di MQ Pagi beberapa waktu lalu. Pimpinan Ponpes Daarut Tauhiid Bandung bercerita bahwa dia baru saja diberi hadiah sebuah buku bagus berjudul Control Your Mind- Control Your Health. Dalam buku tersebut ada kisah tentang seorang pemuda yang menderita kanker kemudian dokter memvonisnya akan mati beberapa bulan lagi. Ia stress tapi masih bisa berfikir. Ia bertekad kuat untuk sembuh meski ia tahu itu tidak mungkin atau kemungkinannya sangat kecil. Tapi ia tetap bertekad. Setiap malam dia berimajinasi, melihat dirinya sedang membunuhi sel-sel kanker itu. Ia begitu yakin ia pasti bisa sembuh. Begitu setiap malam, berminggu-minggu hingga suatu hari ia cek ke dokter ternyata, Subhanallah, kanker di tubuhnya hilang!

Hikmahnya, kata bos MQ ini adalah bahwa fikiran kita bisa mempengaruhi kesehatan kita. Pikiran kita dapat mengontrol kesehatan kita. Kita semua tahu bahwa penyakit maag bisa muncul dari pikiran yang stress, tertekan. Gara-gara banyak masalah, timbul penyakit jantung, darah tinggi dsb. Dalam aplikasi yang lenig makro, pikiran kita dapat mempengaruhi hidup kita. Mari coba kita kaitkan dengan kasus AP. Bahwa orang-orang yang berperilaku menyimpang adalah orang yang muncul dari lingkungan yang tidak normal. Produk dari pergaulan yang tidak sehat. Atau memang sudah takdir. Nah, anggapan bahwa keadaan yang ia alami saat ini sebagai lesbi, homo, banci dll adalah takdir adalah cara berpikir yang salah. Paradigma inilah yang menjadi tembok besar ia untuk berubah ke wujud semula (siluman kalee…: ). Tidak itu bukan takdir dari-Nya. Takdir darinya adalah: Aku adalah lelaki…(Samsons banget…) Aku adalah wanita. Sedangkan bencong, mencintai teman sejenis itu nyalahi takdir.

Tapi karena pergaulan dan lingkungan yang salah atau pendidikan awal dari ortu yang telah menanamkan benih lain sehingga ketika beranjak besar, dewasa, lho kok jadi seperti ini?. Ditambah lagi pikiran “ini takdir saya, ya sudah jalani saja” akan memperparah dan menghambat recovery. Pikiran pasrah pada takdir –dan menjalani apa yang sekarang ada- bisa jadi telah menghidupkan sesuatu yang seharusnya tidak ada. Akibatnya mentalitas pria muncul, mentalitas wanita timbul, suara menyerupai wanita atau pria, gaya berjalan, cara bicara, intonasi dll. Dan yang lebih mengerikan lagi, sel di dada tumbuh (bukan jadi tumor tapi… tiiiit –maaf disensor he he he :-). Yang lebih bahaya lagi kalau ia nekad operasi kelamin. Na’udzubillah min dzalik.Jadi solusi –sementara- dari saya adalah sadarkan mereka bahwa ini bukan takdir mereka. Dan kesalahan ini bisa jadi bukan salah mereka. Dan keanehan ini bisa diubah dengan tekad (niat) yang kuat dan diikuti dengan usaha yang sungguh-sungguh. Yakinkan pada mereka bahwa mereka bisa sembuh, sehat, kembali ke keadaan semula. Perasaan dan keinginan itu pasti ada di hati nurani mereka. Pasti. Syetan-lah yang melalaikan dan membuat enak perbuatan mereka saat ini. Kemudian motivasi mereka, bimbing mereka untuk lakukan aktivitas-aktivitas yang menstimulasi kembalinya sifat, karakter asli seorang pria atau wanita. Insya Allah mudah-mudahan Alloh Swt memudahkan usaha tersebut dan menolong saudara kita. Amiin.

Purwokerto, 7 November 2006 (revisi 10 November. Hidup Pahlawan!)

Tidak ada komentar: