Kamis, 23 Oktober 2008

Pergi ke Salatiga

Pergi ke Salatiga
(niru judul lagu barunya D’Changcutter)

Ini adalah kali pertama saya pergi ke Salatiga. Ya, saya dan manajemen Jarimatika Cabang Banyumas melakukan perjalanan dinas ke Jarimatika Pusat, tepatnya ke kediaman sang penemu, arsitek dan direktur metode berhitung cepat & tepat dengan jari, Bunda Septi Peni Wulandani, S.KM. Niat ikhlas kami adalah silaturahim mumpung masih di bulan Syawwal meskipun sudah di pertengahan bulan. Tapi tidak ada kata terlambat untuk berbuat kebaikan.
Pagi itu sangat cerah, langit terang padahal matahari belum muncul dari ufuk timur tapi pancaran energinya sudah terasa. Rabu, 15 Oktober ini Pukul.06.00 ini kita berangkat berkendaran Espass merah metalik. Layaknya mobil travel, mobil keluarga itu sigap menjemput semua manajemen. Oia,seharusnya kita take off jam05.00 tapi… Ustad Imung, -begitu bapak 1 putra dan 1 putri ini bisa dipanggil-, dengan style khas; baju koko, peci putih dan jas coklatnya telah duduk gagah di samping pak sopir yang sedang bekerja, mengendarai Espass supaya baik jalannya, tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk, itu suara sepatu kuda..he he.

Awalnya saya agak grogi duduk berdekatan dengan akhwat. Maklum ikhwan, masih single lagi, he he…Tapi daripada disemprit pak polisi, -yang katanya tidur saja dah nyusahin apalagi jalan-jalan-, gara-gara berdua dengan ustadz disamping Pak.Nasrulah. Oia, kenalkan ini Pak.Nasrullah, kata Ustadz beliau ini seorang mualaf yang amat taat. Saya juga mualaf, baru 10 tahun ini belajar islam yang benar. Maka dengan berat badan 53 kg (bukan hanya berat hati), saya pun duduk cakep di kursi di depan 4 akhwat yang mpet-mpetan kaya pemudik di KRL. Saya bisa merasakan betapa ga enaknya berdesakan di dalam sebuah mobil yang akan berlari selama lebih kurang 4-5 jam. Tapi semua itu tidak ada artinya, karena jika 2 atau lebih akhwat pada ngumpul, maka sirnalah kepenatan, tersibaklah kesepian, lahirlah keceriaan, hilanglah masalah. Itulah uniknya para akhwat.

Bagi yang baru melakukan perjalanan jauh pasti akan selalu berkomentar tentang apa saja yang dilihatnya selama perjalanan. Mereka pun rame saat melintasi dua gunung ketika meninggalkan kawasan Wonosobo.
“Itu gunung Merapi yaa ?”
“Bukan, itu Sindoro, yang itu Sumbing” ujar seseorang meluruskan
Atau berdecak kagum ck..ck…ck.. saat melihat indahnya aliran air Serayu yang meliuk-liuk di antara bebatuan besar di bawah sawah yang menghijau.
“Itu kan yang buat arung jeram yaa…” seorang akhwat nyeletuk
Sang surya terus memanasi bumi yang beberapa hari ini basah oleh hujan. Kabarnya dua hari ini curah hujan di beberapa daerah cukup tinggi, bahkan disertai angin membadai. Akibatnya di Banyumas beberapa pohon dan papan reklame tumbang. Alhamdulillah pagi ini cerah sehingga kita bia asarapan pagi di Parakan, tepian Temanggung (apa hubungane ?) Sedetik sebelum meninggalkan warung makan, mata minus saya menangkap sebuah kotak berlabel LAZIS Temanggung. Tak pikir panjang, tak ku sia-siakan kesempatan besar ini. Ku masukan selembar uang receh ke sana. Man jaaa a bil hasanati falahu ‘asyru amtsalihaa

Baik, sekarang kita akan melanjutkan perjalannan ke Salatiga. Mari kita berdoa, bismika allohumma ahyaa wa amuut… ha ha, biasa habis makan, kenyang maka penyakit kantuk bisa menyerang, apalagi dalam kondisi pasif di dalam mobil. Masing-masing mulai mencari kesibukan, ada yang mipil tilawah, Wah hebat nih, juz an wahidan yauman yaa, sip lah, itu baru kader sejati. Mushaf adalah satu benda yang wajib dibawa kemana pun bagi seorang yang ingin serius berislam. Saya juga bawa, pasti tapi akan saya baca nanti setiap setelah sholat fardhu.
“Oia, hari ini saya shafar, berarti…” Saya mulai mengatur strategi agar target satu juz tetap tercapai tapi agenda Jarimatika bisa lancar.
Itulah enaknya jika kita bersafari, kita boleh ga puasa, kita boleh menjamak dan qashor sholat wajib kita, dhuhur & ashar jadi 4 rakaat, maghrib tetap 3, tapi isya bisa dipadatkan jadi 2 rakaat. Kita juga bisa memilih mau di-takdhim-kan atau di-takhir-kan. Asyik kan. Alloh memang baik ya, Rasul Saw memang amat bijaksana.

Kembali ke dalam mobil, ada yang baca novel, ada yang cerita neneknya, adiknya, temen sekolahnya dulu, pengalaman hidup sambil mengunyah apa saja yang bisa dikunyah. Ada pula yang terdiam saja…zzz..zzz. Saya asyik menikmati bangunan, pepohonan di kanan dan kiri. Sesekali ikut berkomentar, menimpali guyonan dari belakang. Ternyata ga semua itu akhwat kalem yaa…
Belum lama roda berputar, Espass kembali berhenti di depan sebuah masjid yang sedang direnovasi. Bagus tidak ada pos atau orang-orang meminta sumbangan pembangunan masjid. Soalnya ada juga orang yang ‘kreatif’ membuat pos di pingir jalan, membuat tanda agar kendaraan memperlambat lajunya dan menyumbang. Cara seperti ini boleh saja dilakukan, tapi apakah layak. Halal sih.. tapi ga thoyyib. Sama ketika di RIMBAS dulu, pas syura Ramadhan, ada ide ngadain pentas nasyid di halaman kubah atas. Saya termasuk yang ga setuju, memang itu bisa tapi ga baik, ga pantes. Spektakuler memang, menyedot perhatian masyarakat, tapi ra patut lah. Alhamdulillah, kegiatan aneh itu ga jadi ada.
“Mau silaturahim dengan takmir masjidnya” ucap Pak.Nas. Dahi Ustadz dan saya berkerut.
“Mau kebelakang, maksudnya” lanjutnya. Kami berdua tertawa, ha ha hi hi…
Ustadz pun ikut keluar menyapa santri-santri TPA, seperti kekasih yang bertemu dengan belahan jiwanya. Aku bergegas ke WC mengikuti Pak.Nas. Saya selesai dulu, sambil nunggu beliau, saya berwudhu dan sholat Dhuha 2 rakaat. Agak keburu sih, tapi lumayan. Saya sempet glewean, ini namanya sholat khauf, bukan sholat dalam suasana ketakutan, kondisi genting dan kritis saat perang, tapi khauf karena khawatir ketinggalan mobil. Astaghfirulah… wa atuubu ilaih

Demi menghemat waktu, kita ambil jalur cepat lewat pinggiran. Kita melintasi daerah yang namanya sempat terkenal gara-gara menjadi judul sebuah film layar lebar.
“Oo..ada daerah yang namanya Banyubiru”
“Itu kan filmnya Dian Sastro sama Tora Sudiro ya?” Sela seorang akhwat disebelahku. Wah, gaul juga ni akhwat, saya hanya bisa tersenyum.
Singkat saja, Alhamdulillah bertepatan dengan adzan Dhuhur kita sampai di Jl. Margosari IV, di depan sebuah rumah yang amat bagus. Bergaya minimalis, tulis sebuah media cetak. Ya, ini rumah Bu.Septi. Rumah sederhana itu tampak sepi, kayaknya lagi pada pergi. Seorang ibu paruh baya mempersilakan kita naik ke lantai dua. Disana kita disambut oleh Pak.Dadang dan crew Jarimatika pusat yang beberapa baru saya kenal.
“Mohon maaf, Bu. Septi lagi keluar, insya Alloh siang ini kembali” ujar Pak. Dadang sambil menata kursi. Kita pun berlebaran, saling memaafkan, saling berpelukaaan sesama akhwat. 8 gelas teh hangat menyapa lidah kita yang cukup garing. Kita langsung pada 7 aspirasi yang harus kita sampaikan, kita perjuangkan sampai tetes air teh penghabisan.

Sekitar jam13.00 an kita sholat di rumah rehat, begitu Pak.Dadang menyebut bangunan kecil yang dikelilingi kolam ikan. Kita harus melewati beberapa pijakan dari bebatuan dulu. Kita sholat Dhuhur yang digabung dengan sholat ashar, namanya jamak qashar di-takdhim-kan. Jadi dilakukan di waktu Dhuhur. Tempatnya asyik banget. Asri. Sambil menunggu para akhwat wudhu, yang ternyata cukup lama, selain anter akhwat kan ‘kompleks’, saya tilawah, lumayan satu setengah lembar. Akhirnya kita sholat dulu, akhwat nyusul. Nah, sambil nunggu akhwat selesai sholat, kembali saya buka lembar-lembar Kalamulah. Saya begitu menikmati ayat demi ayat-Nya.3 halaman selesai siang ini. Genap 6 halaman dengan 3 halaman ba’da subuh tadi.Ku cium kitab yang paling banyak dihafal orang Islam.
“Assalamu’alaikum “ suara dan wajah yang amat kita kenal pun akhirnya datang jua.
“Wa’alaikum salam Bu.Septi ” jawab kita bersamaan.
Wah, seneng sekali bisa bertemu dengan orang nomor satu di Jarimatika. Meskipun kita sudah pernah bertemu, ngobrol sebelumnya tapi tetap terasa... luar biasa. Itulah hebatnya menjadi pribadi yang luar biasa. Seperti biasa, ibu 2 putri 1 putra ini menyapa kami dengan ramah. Kemudian kita pun diajak santap siang bersama.
“Maaf, Pak.Dodi lagi ke Jakarta, ada urusan penting” ujar penerima Danamon Award 2006 ini disela-sela makan. Kami pun mengangguk paham.

Setelah itu kami kembali ke lantai II dan melanjutkan pembicaraan. Kali ini lebih serius. Korwil II (Jateng-DIY) akan mengadakan Workshop Guru Jarimatika pada Desember 2008 ini, sekaligus persiapan Jambore, Ibu Profesional ini insya Alloh bisa hadir. Tapi untuk event Seminar Jarimatika kerja sama dengan SPKN di Banjarnegara 15 November besok, beliau tidak bisa. Selain 16 November nya sudah ada jadwal di Padang, Sumatra, beliau juga harus membimbing kedua putrinya yang akan ujian. Salut sekali, beliau tetap menomorsatukan keluarga. Alhamdulillah, semuanya lancar. Berhasil ! Satu lagi, saat menanggapi banyaknya plagiator Jarimatika. Peraih UMM awards ini menyikapi dengan tenang.
“Kalau kita emosi, justru kita akan rugi, kita menerangkan apa itu plagiator kita. Secara tidak sadar kita mempromosikan mereka. Energi kita habis untuk mengurusi hal yang tidak begitu penting. Lebih baik kita meningkatkan kualitas internal kita. Maka saya push cabang membuat event bersama, antar unit, antar cabang kegiatan non Jarimatika pun boleh.”
Betul juga, kita harus meningkatkan mutu pengajaran, meng-up grade skill teaching guru dan lain sebagainya. Sepakat.
Matahari semakin menghilang, tiba saatnya kita pamit pulang. Kita mau membeli tahu bakso sebagai buah tangan.
“Kebetulan, saya juga usaha tahu bakso. Ayo saya antar” kata beliau lagi. Tak lama kemudian kita sudah duduk menikmati bakso dengan tahu baksonya. Enak sekali, ya iyaa lah ditraktir…
“Ini usaha ibu-ibu yang saya bina” Bu.Septi menunjukan kotak berisi tahu bakso bermerk ‘IBOE’ lalu memasukannya dalam tas pink.
“Jadi Ibu kumpulkan ibu-ibu yang bisa membuat tahu bakso, kita kemas seperti ini. Silakan digoreng dulu.” Lanjut beliau bangga.

Sedih, ga pengin pulang, betah dan perasaan yang lain yang membuat kita sebenarnya ga ingin kembali ke Purwokerto. Tapi bagaimana lagi, besok kita harus kerja lagi. Tapi yang jelas kita mendapat semangat baru, ilmu baru. Kita siap fight di Purwokerto. Langit Salatiga semakin gelap. Adzan Maghrib sudah menghilang di telinga. Kita putuskan sholat jama’-qashar takhir untuk sholat Maghrib-Isya. Aku teringat kewajiban seorang akh, wirid Al-Matsurat petang pun lirih ku baca. Espass melaju pelan menyusuri kota kecil ini.
“Itu Masjid Agung Salatiga, kecil yaa, kaya Nurul Ulum” kata seseorang tepat di belakang ku. Saya tersenyum kecewa. Setelah itu, semuanya terlelap -kecuali Pak.Nas, repot donk, kalau beliau ikut tidur-, hingga terbangun di depan Masjid Agung An-Nuur Banjarnegara.
“My town !” Saya melompat keluar, lalu medang ronde bersama Ustad dan semuanya. Kemudian Ustadz, Pak.Nas dan saya sholat maghrib-Isya di masjidnya wong Banjar yang lagi direhab. Konon kata Pak.Djasri, developernya bermasalah sehingga sisa biaya renovasi yang 800 juta dikembalikan ke Pemda. Kebetulan saya bersua dengan Bupati Banjarnegara itu lagi di tempat yang sama, tepat 3 hari setelah pertemuan pertama saat Peringatan Nuzulul Qur an tingkat nasional 17 September yang dihadiri oleh SBY kemarin, di Masjid Agung Baitussalam Kabupaten Banyumas.

Masjid nan agung itu sangat sepi, tidak ada seorang pun. Aneh sebenarnya masjid kabupaten ga ada yang nungguin. Kayanya belum ada Remaja Masjidnya. Masa saya harus turun tangan sih, back to d’town, menghidupkan remaja masjidnya. Ayo donk, para remaja di sekitar Masjid An-Nuur bangkit, hidupkan Baitullah ! Jangan kalah dengan remaja Masjid Agung Daarussalaam Cilacap yang telah bergabung dalam IKRAR MUDA. Seketika saya teringat dengan temen-temen RIMBAS (Remaja Islam Masjid Agung Baitussalam) Purwokerto yang saya tinggal satu hari ini. Saya bersyukur bisa bersama para remaja yang luar biasa, yang sabda Rasulullah Saw akan mendapat naungan di akhirat tatkala tiada naungan kecuali dari Alloh Swt. Saya ingin segera sampai Purwokerto, segera pagi dan bertemu kembali dengan mereka. Kangen yakin..

Pukul.23.45 sampai di Jarimatika. Kurebahkan sebentar badan yang lemas ini di kamar yang selalu berantakan, buku-buku tebal tergeletak di tempat tidur. Aku bangkit, kubasuh muka, kepala, tangan, dan kaki. Ku ambil Adz-Dikr, ku baca lembar-lembar terakhir juz 15.Ku berniat besok hari ke-4 saya shaum sunnah Syawwal.
“Alhamdulillah yaa Alloh Swt, terima kasih banyak..”
Purwokerto Kota Satria
16 Syawwal / 16 Oktober 2008
Bhayu Subrata, S.Sos

Tidak ada komentar: