Sabtu, 18 Oktober 2008

Tolak PP no.37/2006 !

Tolak PP no.37/2006 !
Ayyub

SBY-JK kembali menyakiti rakyat. Setelah sekian banyak luka yang belum mengering hingga hari ini. Kini duet maut itu lagi-lagi melukai hati rakyat dengan menerbitkan kebijakan PP no.37/2006 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan anggota DPR. Satu hal yang paling menonjol dari PP yang diteken SBY pada November 2006 ini adalah bahwa gaji para anggota DPR pusat, provinsi, kabupaten & kota akan meningkat yang berbeda di setiap daerah dan tingkat tergantung pada kemampuan daerah itu sendiri. Anehnya, ada dana rapelan (akumulasi-pen) tahun 2006 yang akan dicairkan awal 2007. Aneh bin mustahil, bagaimana mungkin kebijakan yang diteken akhir 2006 bisa ‘berlaku’ awal 2006. Licik ! Inilah yang semakin membuat saya heran dan geram. Silakan selidiki DPRD masing-masing. Kita akan melongo sambil istighfar. Untuk DPRD Banyumas saja, gaji baru seorang ketua per bulan di tahun 2007 ini sebesar Rp.28.186.558/ bulan. Terjadi kenaikan yang sangat drastis dari Rp.9.208.550. Lalu untuk wakil ketua, yang semula ‘hanya’ Rp.7.584.500 sekarang bisa mencapai Rp.20.684.500. Sedang untuk anggota dewan ‘cuma’ naik jadi Rp.13.352.750 dari gaji Rp. 6.737.900. Uedan tenan... Kemudian dana rapelan tahun 2006 lalu yang ‘harus’ dibayarkan sebesar Rp.3.955.398.696 untuk 1 ketua, 2 wakil ketua dan 43 aleg. Kalau kita cek ke DPR Provinsi tentu akan lebih besar. Apalagi DPR RI, wallah! Siapa yang tidak kepingin jadi aleg khusunya di 2009 nanti. Gaji tinggi, ‘kerjanya’ hanya sidang dan rapat, itu pun kalau berangkat. Dan jikalau pun datang sidang/ rapat pasti banyak yang ngobrol bareng, main HP, SMS-an, ngantuk dan tidur. Kurang ajar ! Hanya satu, dua yang tidak seperti itu, yang memang sadar, konsekuen dan komitmen pada tugas sebagai wakil rakyat.

Kebijakan yang sangat tidak populis ini, sebagaimana beberapa kebijakan kontroversial sebelumnya, langsung mendapat respon dari masyarakat. Tentu saja respon negatif. Saya yakin semua orang menentang, tidak setuju dan menyesalkan keputusan pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut. Apalagi ditengah kondisi bangsa yang kian carut marut, ora nggenah blas. Namun mereka hanya bisa mengeluh, menggerutu dan tidak tahu kemana mereka akan menyalurkan aspirasinya, kemana akan curhat atas sakit hati mereka. Sebagian lagi apatis, pasrah dan putus asa. Syukur-syukur ada yang menyesal dan tobat serta tidak akan memilih orang seperti mereka pada pemilu mendatang. Kembali ke..tikus got. Bagaimana bisa para aleg menikmati kenaikan gaji, kaya mendadak sementara masih banyak rakyat kecil yang hidup di bawah bahkan di dasar jurang kemiskinan. Sementara masih banyak masalah yang setia menimpa bangsa ini. Luapan lumpur panas Lapindo Brantas yang tidak kunjung berhenti dan ratusan orang pengungsi menanti sedang ganti rugi karena rumah mereka terendam. Beberapa musibah besar pasca rentetan gempa bumi mulai Aceh hingga Jawa yang merenggut nyawa yang tidak sedikit. Belum lagi persoalan pengangguran dan kriminalitas yang terus meningkat. Kini kasus flu burung H5N1 kembali menyerang jutaan peternak dalam negeri. Tapi kebikaja pemerintah lebih aneh lagi; bantai semua unggas! Lha para peternak mo jadi pengangguran dan stok dalam negeri habis lalu kita impor. Ooo seperti itu tho skenarionya. Belum lagi kecelakaan transportasi, dari tenggelamnya KM Senopati, hilangnya Adam Air, hingga anjloknya KA Bengawan di Banyumas. Masyarakat jadi bingung bepergian karena hampir semua jalur transportasi bermasalah. Lebih baik naik Vespa, ha ha haa... Jadi luar binasa! para aleg masih bisa memikirkan ego nya sendiri di atas penderitaan jutaan rakyat Indonesia. Ingatlah wahai bapak-bapak yang (tidak) terhormat, siapa yang memilih Anda 3 tahun lalu. Anda telah berkhianat. Dimana hati nurani Anda, dimana akal sehat Anda. Dosa Anda sangat besar dan satu tempat untuk pendosa besar ; neraka !

Kontroversi PP tersebut muncul karena stigma aleg di mata rakyat sudah sangat buruk. Mulai cap 4D (Datang, Duduk, Diam, Duit) ada yang menambahkan Dengkur,-he he he kalo ini saya se7- kerjanya jalan-jalan (kunja-pen) sampai berantem mulu. Ada distrust di sini. Ditambah lagi dengan peristiwa memalukan, memuakkan dan menjijikan kemarin; video zina antara YZ dan ME. Stigma buruk semakin jelas. Fenomena ini lalu diperkuat oleh aleg lain, masih di DPR RI, yang mengatakan bahwa kasihan YZ, dia ketiban sial karena ketahuan, bahkan Permadi (bukan nama samarannya) jujur mengungkapkan bahwa itu bukan hal yang rahasia lagi di kalangan mereka. Masih banyak yang tidak ketahuan. Na’udzubillah min dzalik, tsumma na’udzubillah. Bak gunung es di tengah lautan hanya puncaknya saja yang terlihat. Itu di pusat, apalagi di daerah, hemmm tidak, tidak jauh beda, beda sedikit, yaah... paling-paling kepergok duaan dengan PSK, ketangkap basah lagi fly, terbukti korupsi jutaan rupiah. Silakan baca koran, nonton tivi. Dan PP itu muncul di saat yang sangat tidak tepat.. Saat banyak musibah, kemiskinan meninggi dan pengangguran meningkat, penanganan kasus KKN berjalan di tempat bahkan set back, rakyat miskin menjerit karena harga sembako melejit. Bahkan sampai kapan pun tidak akan tepat dikeluarkan selama rakyat masih miskin, bodoh dan pemimpin yang jahil, korup. Maka sekali lagi sangat normal, sangat lumrah, sangat wajar jika siapapun dia pasti menolak PP tersebut. Yang bikin gerah lagi adalah Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia (APDSI), Asosiasi Dewan Kabupaten Seluruh Indonesia (Adkasi), dan Asosiasi Dewan Kota Seluruh Indonesia (Adeksi) mendesak segera dicairkannya gaji baru plus rapelannya, dengan dalih agar kinerja dan efektifitas kerja aleg meningkat.

Saya setuju bahwa tugas dan kerja aleg tidak ringan alias berat. Tapi sebenere ga berat-berat amat... Mereka ‘hanya’ menyerap aspirasi, tuntutan dan masukan, mendata, mengartikulasikan, menyusun kebijakan publik yang nantinya berfungsi mengatasi permasalahan masyarakat atau memberdayakan dan syukur-syukur memajukan wa mensejahterakan masyarakat. Mereka ada di sana karena rakyat husnudzan akan kemampuan mereka. Namun berapa banyak yang memahami tugas dan kerja mereka. Saya yakin banyak yang tidak mengerti bagaimana menjadi aleg. Tugas mereka apa saja. Bahkan ada yang tidak sadar bahwa mereka adalah wakil rakyat, dipilih oleh rakyat pada Pemilu 2004 lalu. Bukti kegagalan mereka menjalankan amanah ini adalah tidakberpihaknya aleg dan seluruh produk kebijakannya kepada rakyat. PP, Perda yang ada menyengsarakan rakyat, menggelembungkan angka kemiskinan dan memperkaya diri sendiri. Kebijakannya tidak pro wong cilik. Wartawan senior dan budayawan asal Banyumas Ahmad Tohari harus mengatakan mereka yang di dewan hanya mencari makan. Yang menjadi motif dan niat mereka ketika nyalon bukan untuk berjuang memperjuangkan kepentingan rakyat namun tergiur oleh gaji yang tinggi dengan kerja yang tidak berat alias santai. Mereka hanya ingin gengsi, prestise sebagai anggota dewan yang membawa misi parpolnya. Seandainya rakyat tahu akan seperti ini, saya pastikan golput akan meningkat tajam pada Pemilu 2009 mendatang. Pertanyaan selanjutnya, jika gaji adalah kontraprestasi dari kinerja dan prestasi, maka apakah kenaikan gaji itu sesuai dengan kinerja aleg selama ini? Apakah dengan menaikan gaji aleg otomatis akan memacu adrenalin kinerja mereka? Saya kira belum pasti tuh. Memang untuk meningkatkan kinerja bisa dipakai satu dan atau dua-duanya yakni kenaikan gaji dan penerapan sanksi. Tampaknya pemerintah memilih menaikan gaji. Tapi ini, sekali lagi, belum ada bukti kuat bahwa aleg akan naik prestasi dan kinerjanya dengan naiknya gaji. Justru yang selama ini terjadi. Aleg semakin manja dengan fasilitas. Mereka minum air laut.

Bagaimana sikap PKS dan parpol islam yang lain? Saya hanya tahu sikap PKS. Yang pasti aleg PKS menentang PP tersebut, dan sudah memperjuangkannya untuk di-delete. Tapi logika dewan adalah logika suara terbanyak. So pasti, aleg PKS hampir selalu kalah dalam forum pengambilan kebijakan yang menggunakan mekanisme voting. Jadi peristiwa aneh ini bukan yang pertama kali. Biasanya PKS mengambil jalan tengah seperti kasus-kasus sebelumnya. Setelah gagal memperjuangkan, maka dengan terpaksa aleg PKS mengambil dana rapelan tersebut dan mengembalikan kepada rakyat dalam bentuk bakti sosial seperti pasar murah, bantuan beasiswa, bantuan modal UKM, bantuan perbaikan masjid-musholla dll sebagaimana taklimat DPP PKS. Inilah yang bisa dilakukan, daripada menolak dana tersebut -padahal PP sudah disahkan dan berlaku untuk semua- dan dikhawatirkan dana itu justru akan dikoruspi, atau lenyap entah kemana. Maka ambil saja, tapi ending-nya bukan untuk diri, tapi untuk rakyat, dan dakwah tentunya. Inilah yang membedakan PKS dengan parpol yang lain. Dan untuk gaji yang bertambah, insya Alloh komitmen mereka akan peningkatan kinerja dan keberpihakan kepada rakyat akan bertambah juga. Oleh karena itu, -mengutik quote iklan Iduf Fitri-nya Pak Tif: dukung kami agar tetap bersih dan peduli. Amiin.


Purwokerto kota satria-2008 akan pilkada, 22 Januari 2007

Tidak ada komentar: